Dila Gugat Cerai Indra Bekti, Apakah Bisa Dapat Nafkah?

Portalberita.one – Seperti yang diberitakan Portal Berita Indonesia (27/2), meski telah menggugat cerai Indra Bekti, Aldila Jelita mengatakan bahwa Indra masih akan membiayai hidup anak-anaknya. Sebetulnya, apakah bisa mantan istri mendapatkan nafkah?

Berdasarkan Kompilasi Hukum Islam (KHI), tidak ada ketentuan mengenai penggugat untuk menuntut nafkah iddah dan mut’ah. Akan tetapi, melihat Pasal 41 huruf c Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang saat ini sudah diubah dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2019, maka tercantum dengan jelas bahwa :

“Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberi biaya penghidupan dan atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas istri.

Dila Gugat Cerai Indra Bekti, Apakah Bisa Dapat Nafkah.

Istri dalam perkara cerai gugat bisa diberikan nafkah mut’ah dan iddah sepanjang tidak nusyuz. Apakah maksud dari nafkah mut’ah, nafkah iddah, dan nusyuz seperti di ulasan berikut ini.

Nafkah Iddah

Usai putusan perceraian, mantan istri akan memasuki masa Iddah. Nafkah iddah adalah kewajiban suami memberikan nafkah pada istri selama masa iddah, yaitu masa tunggu setelah terjadi perceraian atau kematian suami. Menurut Pasal 39 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, suami wajib memberikan nafkah iddah kepada istri yang dicerai talak atau cerai gugat.

Selain itu, Pasal 115 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHP) juga mengatur mengenai nafkah iddah, di mana suami yang telah menceraikan istri harus memberikan nafkah selama masa iddah.

Namun, perlu diingat bahwa ketentuan mengenai nafkah iddah juga dapat bervariasi tergantung pada agama dan adat istiadat yang dianut oleh masyarakat di Indonesia.

Baca Juga : Aldila Jelita Gugat Cerai Indra Bekti Saat Sembuh Dari Pendarahan Otak Berikut Kronologinya

Lantas apa arti dari nusyuz tersebut? Penjelasannya ada di poin selanjutnya.

Apa itu Nusyuz?

Nusyuz adalah perilaku istri yang melanggar kewajibannya dalam rumah tangga, seperti menolak melakukan hubungan suami istri atau tidak menuruti perintah suami yang sah dalam hal-hal yang wajar dan tidak bertentangan dengan hukum atau agama. Dalam hukum Islam, nusyuz merupakan istilah yang digunakan untuk menyebut perilaku yang tidak patuh atau tidak taat pada suami.

Namun, dalam praktiknya, istilah nusyuz sering kali lebih dipahami sebagai perilaku yang dilakukan oleh istri, tetapi dalam beberapa kasus dapat juga dilakukan oleh suami.

Dalam hukum Islam, nusyuz dapat menjadi dasar bagi suami untuk mengajukan gugatan cerai. Di Indonesia, ketentuan mengenai nusyuz diatur dalam Pasal 116 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHP) yang menyebutkan bahwa suami dapat mengajukan gugatan cerai apabila istri melakukan nusyuz.

Nafkah Mut’ah

Sementara itu nafkah mut’ah atau yang dikenal juga dengan istilah nafkah haram, tidak diatur oleh hukum positif di Indonesia. Nafkah mut’ah adalah praktik yang dilakukan oleh sebagian umat Muslim Syiah, di mana seorang pria memberikan sejumlah uang atau harta kepada seorang perempuan sebagai imbalan atas hubungan suami istri sementara yang berlangsung selama periode waktu yang ditentukan.

Meskipun praktik nafkah mut’ah tidak diatur oleh hukum positif di Indonesia, namun praktik tersebut dianggap melanggar norma-norma sosial dan agama yang berlaku di Indonesia. Oleh karena itu, praktik nafkah mut’ah tidak diperbolehkan dalam masyarakat Indonesia yang mayoritasnya menganut ajaran Islam Sunni, di mana praktik tersebut dianggap bertentangan dengan ajaran Islam yang benar.

Dalam Bab I Pasal 1 KHI, disebutkan bahwa mut’ah adalah pemberian mantan suami ke mantan istri yang dijatuhi talak, berupa benda, uang, atau yang lain.

Meski demikian, ada pendapat yang menyatakan bahwa ketika sang istri yang menggugat cerai, maka nafkah yang satu dianggap tidak ada.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *