Panji Gumilang Resmi Tersangka Penistaan Agama, Terancam 10 Tahun Penjara
Portalberita.one – Pemimpin Pondok Pesantren (Ponpes) Al Zaytun Panji Gumilang (PG) sekarang berstatus sebagai tersangka kasus penistaan agama.
Badan Reserse Hukum (Bareskrim) Polri memutuskan Panji Gumilang sebagai tersangka pada Selasa (1/8/2023) malam, sesudah menjalani pemeriksaan sebagai saksi.
“Hasil dalam proses gelar perkara semua menyatakan sepakat untuk menaikkan saudara PG menjadi tersangka,” kata Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro di dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta, Selasa.
Selepas penetapan tersangka, Panji Gumilang belum dibendung lantaran seketika diperiksa penyidik dalam kapasitas sebagai tersangka.
Kecuali itu, penyidik disebut mempunyai waktu 1×24 jam untuk memastikan daerah penahanan Panji Gumilang.
“Saat ini penyidik masih mempunyai 1×24 jam, jadi proses penyidikan kami saat ini hanya melaksanakan proses penangkapan,” ujar Djuhandhani.
Kasus ini berawal dari adanya info di media sosial berkaitan kontroversi ajaran menyimpang yang diduga terjadi di Ponpes Al Zaytun. Setelahnya, sejumlah pihak melaporkan Panji selaku pimpinan ponpes di Indramayu, Jawa Barat, ke polisi.
3 Laporan polisi
Untuk masalah undang-undang di Ponpes Al Zaytun, setidaknya Bareskrim Polri sudah mendapatkan sempurna tiga laporan polisi berkaitan kasus dugaan penistaan agama hal yang demikian. “Perihal penistaan agama, yang dilaporkan adanya tiga laporan polisi,” kata Djuhandhani.
MD Salah satu laporan teregistrasi dengan nomor: LP/B/163/VI/2023/SPKT/Bareskrim Polri tertanggal 23 Juni 2023.
Dalam laporan itu, Panji Gumilang dikira dengan Pasal 156A Kitab Undang-Undang Tata Pidana (KUHP) perihal Penistaan Agama. Panji dievaluasi menistakan agama Islam sebab menyajikan ajaran yang diduga menyimpang di Pesantren Al Zaytun.
“Perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penodaan terhadap agama yang dianut di Indonesia,” ujar pelapor, Ihsan Tanjung pada 23 Juni 2023.
Sebagian di antara ajaran Panji Gumilang yang dievaluasi menyimpang berkaitan ajaran mengizinkan perempuan menjadi khatib. Dalam upload-an media sosial yang beredar, Panji Gumilang juga mempersilakan perempuan berjajar satu saf dengan laki-laki dikala sholat.
Malah, pelapor juga menyorot pernyataan Panji soal yang menentang bahwa Al quran bukan firman Kuasa sebagai penistaan.
Baca Juga : Panji Gumilang Lelah Minta Pemeriksaan Distop, Kini Nginap di Rutan Bareskrim
Diperiksa 2 kali
Selama progres penelusuran sampai penetapan tersangka, Panji Gumilang sudah diperiksa penyidik Bareskrim sebanyak dua kali. Pada tahap penelusuran, Panji memenuhi undangan klarifikasi yang dilayangkan Bareskrim pada 3 Juli 2023 dengan kapasitas sebagai saksi dan terlapor.
Panji Gumilang dikala itu diperiksa sekitar sembilan jam dan dicecar 26 pertanyaan tentang sejarah sampai video pertanyaannya berkaitan Ponpes Al Zaytun. Berakhir pemeriksaan, penyidik juga menggelar gelar perkara untuk menaikkan status perkara yang tadinya penelusuran menjadi penyidikan.
“Kesimpulan gelar perkara bahwa perkara ini dari penyelidikan dinaikkan menjadi penyidikan. Dan terhitung mulai besok, kami sudah melaksanakan upaya-upaya penyidikan,” kata Djuhandhani pada 3 Juli 2023.
Tapi, dikala itu penyidik belum memutuskan tersangka berkaitan kasus dugaan penistaan agama hal yang demikian.
Sempat absen pemeriksaan
Pada tahap penyidikan, Bareskrim bahkan melayangkan panggilan pemeriksana pertama kepada Panji Gumilang pada 27 Juli 2023. Tapi, kala itu Panji tak hadir pemeriksaan dengan alasan sakit.
Akan namun, penyidik Bareskrim mengevaluasi surat keterangan sakit dari pihak Panji tak dapat digambarkan sehingga melayangkan panggilan kedua pada 1 Agustus 2023. Panji Gumilang menghadiri panggilan pemeriksaan hal yang demikian bersama regu kuasa tata tertibnya.
Setidaknya pemeriksaan ini berjalan selama delapan jam semenjak pukul 13.23 WIB. Baca juga: Alasan MUI Tidak Publikasikan Fatwa soal Dugaan Penistaan Agama Panji Gumilang Adapun pemeriksaan juga diawali dengan pemeriksaan keadaan kesehatan Panji yang walhasil mengungkapkan pimpinan Ponpes Al Zaytun itu dalam keadaan sehat.
“Pukul kurang lebih 21.15 WIB, penyidik langsung memberikan surat perintah penangkapan disertai dengan penetapan sebagai tersangka,” kata Djuhandhani.
Sesudah itu, Panji Gumilang seketika menjalani pemeriksaan sebagai tersangka oleh penyidik Bareskrim Polri.
Fatwa MUI jadi salah satu alat bukti
Penetapan tersangka kepada Panji Gumilang dilaksanakan atas adanya sejumlah barang bukti.
Setidaknya ada tiga alat bukti serta satu surat yang memperkuat keputusan gelar perkara. Djuhandhani mengatakan, alat bukti itu terdiri dari alat bukti elektronik, keterangan saksi, ataupun keterangan pakar.
Sementara itu, surat yang ditujukan sebagai alat bukti di antaranya Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI). Melainkan, dia tidak membeberkan terperinci isi dari fatwa hal yang demikian.
“Fatwa MUI kita jadikan alat bukti surat yang berisi petunjuk,” ujar Djuhandhani.
Jam Secara sempurna, penyidik sudah memeriksa sekitar 40 saksi dan 17 pakar dalam perkara ini. Para pakar yang dilibatkan dalam kasus ini juga meliputi pakar pidana, pakar bahasa, pakar sosiologi, pakar agama dari faktor Kementerian Agama, Majelis Ulama Indonesia (MUI), Nahdlatul Ulama (NU) sampai Muhammadiyah.
“Sampai dengan saat ini, penyidik telah memeriksa 40 orang saksi dan 17 ahli,” kata Djuhandhani.
Dijerat pasal berlapis
Dalam kasus ini, Panji Gumilang tidak cuma dijerat pasal penistaan agama. Dia juga dikenakan pasal berlapis berkaitan ujaran kebencian dan pemberitaan dusta.
Panji terancam pidana paling tinggi selama 10 tahun penjara berkaitan pemberitaan dusta sebagaimana Pasal 14 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 perihal Hukum Tata Pidana.
Dia juga dijerat Pasal 45A Ayat 2 jucto Pasal 28 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 perihal Isu dan Transaksi Elektronik (ITE). Isi Pasal 45A Ayat 2 hal yang demikian berkaitan ujaran kebencian itu.
Panji Gumilang terjerat ancaman enam tahun penjara. Kecuali itu, Panji Gumilang dijerat pasal berkaitan penodaan atau penistaan agama, ialah Pasal 156A KUHP.
“Dan Pasal 156A KUHP dengan ancaman lima tahun,” ujar Djuhandhani.